Sabtu, 03 Mei 2014

Katanya, kalau sedang demam berdarah tidak boleh menyikat gigi

5 hari di tidur di rumah sakit gara-gara demam berdarah bagiku menjadi pengalaman yang menarik, karena di sana aku mendengar satu lagi mitos tentang pemeliharaan gigi yang disebarkan oleh tenaga paramedis. Saat aku mendengar mitos itu diucapkan, trombositku ada pada level 50an ribu. Salah seorang perawat jaga melarangku menyikat gigi, karena katanya akan menyebabkan perdarahan gusi. Ini adalah mitos yang salah dan dapat dijelaskan mengapa salah.

Gusi yang sehat dalam rongga mulut terlihat berwarna merah muda. Kalau dikeringkan, permukaannya terlihat seperti kulit jeruk, berbintik-bintik. Dan yang pasti, tidak mudah berdarah, apalagi hanya karena bulu sikat gigi. Proses menyikat gigi memberikan efek pemijatan pada gusi, sehingga peredaran darah pada gusi menjadi lancar dan tentu saja akibatnya gusi terpelihara kesehatannya. Selain memijat gusi, penyikatan gigi tentu saja akan mengangkat kotoran, sisa-sisa makanan dan plak yang melekat pada gigi. Gigi dan gusi yang bersih tentunya tidak memungkinkan bakteri penyebab gigi berlubang dan radang gusi hidup.

Kalau gusi dalam keadaan sehat, meskipun menderita demam berdarah, penyikatan gigi tidak akan menyebabkan perdarahan di rongga mulut. Justru bila tidak disikat, sisa-sisa makanan yang menempel di gusi dan gigi akan menjadi sarang yang nyaman bagi bakteri penyebab radang gusi. Akibat selanjutnya adalah gusi mudah berdarah ketika disikat, dan kemungkinan terjadi perdarahan yang sulit dihentikan.

Jadi boleh atau tidak menyikat gigi ketika demam berdarah? Tergantung, kalau gusi sehat, sikat saja. Kalau sudah penuh dengan karang gigi, turuti saja anjuran perawat.




Ada pertanyaan? Silakan baca dulu sebelum bertanya di kolom komentar. Ada banyak pembaca lain yang mengalami masalah yang mirip denganmu dan sudah saya jawab pertanyaannya. Demi efisiensi tenaga dan waktu, pertanyaan-pertanyaan dengan masalah yang mirip tidak akan saya jawab lagi.

Kalau tulisan ini dan komentar-komentar di bawah ini belum menjawab pertanyaan Anda, masih ada beberapa tulisan lain di warung ini yang berhubungan dengan karang gigi :



Silakan dibaca

Aneka macam pasien

Ada beberapa golongan besar pasien yang datang ke warungku, berdasarkan relasinya denganku yaitu :

1. Golongan "menderita"

Pasien yang termasuk dalam golongan ini adalah pasien yang datang ke dokter gigi karena mempunyai masalah besar dalam mulutnya. Masalah besar bisa berupa pembengkakan baik di dalam atau di luar mulut atau sakit berdenyut-denyut sejak beberapa hari sebelumnya. Selain itu bisa juga pasien yang baru mengalami kecelakaan sehingga gigi bahkan rahangnya patah atau bibirnya pecah. Pasien golongan ini sangat mudah dikenali dari ekspresi wajahnya yang menderita. Menangani pasien golongan ini gampang-gampang susah. Secara psikologis, pasien golongan ini bisa menjadi pasien yang kooperatif bila pertolongan yang diberikan oleh dokter gigi sesuai dengan harapannya. Setelah itu, mereka akan mudah diberi pemahaman tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan mulut. Sebaliknya, bila tidak sesuai dengan harapannya, pasien ini tidak akan datang lagi ke dokter gigi yang sama bahkan ada kemungkinan menjadi iklan yang buruk bagi dokter gigi ini.

2. Golongan "sibuk"
Pasien yang termasuk dalam gologan ini sangat banyak, entah sibuk dalam arti sebenarnya, atau pura-pura sibuk . Kunjungan pertama ke dokter gigi biasanya disebabkan oleh ketidaknyamanan pada mulutnya. Setelah mendapat penanganan oleh dokter gigi dan merasa sudah nyaman, biasanya tidak kembali lagi ke dokter gigi meskipun perawatan belum selesai. Berbulan-bulan setelah itu, ketika rasa tidak nyaman muncul lagi, barulah mereka ingat untuk mengunjungi dokter gigi lagi. Umumnya orang Indonesia termasuk dalam golongan ini. Ada idiom "Kalau belum sakit gigi, belum ke dokter gigi". Termasuk dalam golongan ini adalah orang yang tidak pernah ke dokter gigi sama sekali.
3. Golongan "langganan"
Pasien yang termasuk golongan ini datang ke dokter gigi karena mempunyai satu atau lebih gigi yang bermasalah cukup berat. Baik karena terpaksa atau dengan keinginan sendiri untuk sembuh, mereka berkali-kali datang ke dokter gigi untuk mendapatkan perawatan. Pada kasus-kasus tertentu, memang gigi memerlukan perawatan yang harus dilakukan dalam 3 sampai 4 kali kunjungan. Dari pengalaman merekalah kemudian muncul istilah "Ke dokter gigi itu tidak cukup sekali, harus bolak-balik." atau "Kalau sudah punya satu gigi berlubang, bisa menular ke gigi lain."
4. Golongan "sok tahu"
Yang termasuk golongan ini adalah pasien yang datang ke dokter gigi setelah lebih dahulu mengobati sendiri tapi tidak membuahkan hasil. Biasanya cara pengobatan yang dipakai adalah cara yang sudah mentradisi di lingkungannya. Misalnya mengobati sakit gigi dengan getah pohon kamboja, puyer sakit kepala, gerusan cacing. Selain itu, yang termasuk golongan ini juga adalah pasien yang sudah mempunyai pandangan sendiri tentang cara meperlakukan giginya dan memaksa dokter gigi untuk melakukan sesuai kehendaknya, meskipun belum tentu tepat. Ada lagi yang termasuk golongan ini yaitu pasien yang banyak bicara di ruang tunggu pasien untuk menjelaskan pengobatan ala dirinya. Seolah-olah menjadi juru bicara dokter gigi yang masih bekerja di dalam dan uniknya, ada saja pasien lain yang percaya.
5. Golongan "aji mumpung"
Yang termasuk dalam golongan ini adalah mereka yang datang ke dokter gigi karena biaya perawatan gigi ditanggung oleh asuransi atau perusahaan tempat mereka bekerja. Pada akhir tahun, jumlah pasien golongan ini meningkat. Mereka datang dengan tujuan untuk "menghabiskan jatah", sayang kalau tidak dimanfaatkan. Bukan berarti pasien golongan ini tidak mempunyai masalah di rongga mulutnya, karena ada juga yang sebetulnya termasuk dalam golongan "sibuk", tapi karena belum sakit, ya belum ke dokter gigi
6. Golongan "sadar"
15 tahun yang lalu masih sangat sedikit yang termasuk dalam golongan ini. Sekarang ini jumlahnya cukup banyak. Yang termasuk golongan ini adalah mereka yang secara rutin memeriksakan giginya ke dokter gigi atau meminta dibersihkan karang giginya. Umumnya mereka memiliki gigi yang terawat, bisa tanpa lubang, tapi tidak tertutup kemungkinan banyak gigi yang sudah ditambal. Yang pasti tidak ada bau mulut. Usaha yang diperlukan untuk membersihkan karang gigi juga tidak terlalu banyak, karena biasanya karang gigi tidak terlalu tebal.

Termasuk golongan manakah anda ?

Gigi keropos waktu hamil ?

Ditulis oleh Melinda

Kebutuhan kalsium seorang ibu hamil meningkat, sehingga perlu asupan kalsium ekstra untuk memenuhinya. Bila asupan tidak mencukupi, maka kalsium yang ada di dalam tulang akan "disedot" untuk memenuhi kebutuhan janin. Hampir bisa dipastikan bahwa hal ini diketahui semua orang. Selain tulang, organ tubuh lain yang mengandung kalsium dalam jumlah tinggi adalah gigi.

Seringkali warungku kedatangan pasien wanita yang mengeluhkan giginya banyak yang hancur pada saat kehamilannya yang telah lewat beberapa waktu sebelumnya. Kalau "penyedotan" kalsium tulang terjadi untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin, tidak demikian halnya dengan gigi. Begitu gigi terbentuk, maka seluruh unsur pembentuk gigi akan menjadi kesatuan yang solid. Tidak ada unsur dalam bentuk ion yang dapat terlepas dari gigi yang sudah jadi. Jadi tidak akan ada kalsium yang dapat diserap dari gigi pada saat kehamilan.

Kalau kemudian ada keluhan gigi keropos pada saat kehamilan, dapat dipastikan bukan karena berkurangnya kadar kalsium gigi karena diserap oleh janin. Gigi tidak mungkin tiba-tiba menjadi keropos pada saat hamil, prosesnya memakan waktu panjang. Kemalasan menjaga kebersihan mulut, baik karena pengaruh hormon kehamilan maupun karena rasa mual ketika menyikat gigi, membuat gigi menjadi tempat yang nyaman bagi kuman perusak gigi. Gigi yang memang sudah mulai berlubang akan menjadi semakin parah pada saat hamil.

Jadi jangan salahkan janin kalau gigi menjadi keropos.....

Satu gigi palsu dipakai berdua?

Baru saja aku menutup warungku. 2 pasien terakhir masuk bersama-sama. Keduanya bermaksud membuat gigi palsu. Bagiku hal ini membuat kerjaku lebih efisien. Aku cukup menjelaskan satu kali untuk dua orang, karena kasusnya sama. Ada yang menarik pada kedua pasien ini, lebih tepat disebut 'menggelikan ' sebetulnya.


Seperti biasa, aku mencetak rahang pasien pertama untuk mendapat bentuk negatif rahangnya. Cetakan itu bila dicor dengan gips akan menghasilkan duplikat rahang, sehingga pembuatan gigi palsu dapat dilakukan dengan tepat sesuai dengan bentuk dan ruang yang ada. Ini adalah prosedur normal pembuatan gigi palsu. Setelah selesai, aku melakukan hal yang sama pada pasien kedua. Saat itulah percakapan berikut terjadi :

P : "Kok dicetak juga, Dok? Memangnya tiap orang rahangnya beda-beda?"
A : "Ya, berbeda-beda. Bukan hanya rahangnya beda, gigi yang hilang kan juga beda tempat dan jumlahnya."
P : "O, gitu ya."
A : "Kalau semua sama, pasti di supermarket dijual gigi palsu. Yang memerlukannya bisa beli dan langsung pakai setelah bayar di kasir."

Bagiku hal ini menggelikan. Tapi, setelah dipikir-pikir, mungkin soal gigi palsu yang bisa dipakai secara fleksibel oleh siapa saja, merupakan hal yang biasa bagi masyarakat. Karena itu lalu muncul lawakan tentang seorang nenek yang menunggui suaminya makan bukan karena dia begitu mencintai suaminya, tapi karena gigi palsunya sedang dipakai suaminya. Sang nenek mendapat kesempatan kedua untuk makan setelah suaminya.

Bahkan untuk orang yang tidak bergigi sama sekalipun seperti kakek dan nenek di atas, sebetulnya bentuk rahangnya tidak ada yang sama. Bentuk lengkung rahang tiap orang sudah berbeda, kemudian ketinggian sisa tulang dibawah gusi juga berbeda. Jadi tidak ada 1 gigi palsupun yang bisa digunakan bersama-sama oleh 2 orang.

Mencabut gigi napi dengan kasus narkoba


Dalam kunjunganku ke Nusa Kambangan beberapa hari yang lalu, aku mendapat tugas melayani di LP Besi. Ada sedikit kekuatiran di hatiku ketika mengetahui tugas ini. Pelayanan yang paling memungkinkan dilakukan untuk bakti sosial seperti ini adalah pencabutan gigi. Agak sulit melakukan penambalan, karena tidak ada peralatan untuk membersihkan lubang gigi dari jaringan busuk dan membuat lubang cukup steril sebelum dilakukan penambalan. Kekuatiranku melakukan pencabutan pada napi-napi di LP Besi disebabkan karena mereka merupakan napi dengan kasus narkoba. Aku kuatir obat bius yang disuntikkan sebelum pencabutan tidak efektif karena pengaruh obat-obatan yang pernah dipakai para napi sebelum masuk LP Batu ini.


Ternyata kekuatiranku tidak berdasar. Hampir semua pencabutan dapat dilakukan di bawah efek obat bius yang baik. Setelah dipikir lebih jauh, aku menemukan alasan mengapa obat bius dapat bereaksi efektif. Ada beberapa hal :
1. Napi yang sudah masuk LP Besi, tidak semuanya merupakan pemakai narkoba. Ada pengedar, juga pemilik ladang ganja. Untuk 2 jenis yang terakhir, tentu saja tidak ada masalah dalam efek obat bius.
2. Untuk napi mantan pemakai narkoba, sudah pasti LP Besi bukan merupakan satu-satunya LP yang pernah dihuninya. Sebelum masuk Nusa Kambangan, pasti mereka sudah dibina di LP lain. Jadi sudah cukup panjang waktu yang dilewati para napi sejak terakhir kali berkontak dengan narkoba.
Yah... memang kekuatiranku ternyata memang berlebihan.

Yang menarik, ternyata banyak napi yang takut disuntik! Tidak jarang diantaranya memiliki tatoo yang cukup banyak di sekujur tubuhnya yang untuk membuatnya diperlukan banyak sekali tusukan. Menggelikan juga bila terjadi pada napi dengan kasus pengguna narkoba jenis suntikan. Ternyata suntikan dokter gigi merupakan hal yang sangat menakutkan mereka dibanding suntikan narkoba maupun tusukan jarum tatoo!