Sabtu, 03 Mei 2014

INFORMED CONCENT

Pernahkan Anda diminta menandatangani sebuah formulir sebelum menjalani suatu operasi? Apakah Anda membaca informasi yang tertulis dalam formulir tersebut? Apakah Anda memahami seluruh informasi tersebut? Cukup memadaikah informasi yang tertulis dalam formulir tersebut? Apakah Anda mendapat kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan operasi yang akan Anda jalani? Dan yang terpenting, apakah Anda tahu formulir apa yang Anda tandatangani sebelum menjalani operasi tersebut?

Umumnya orang awam menganggap formulir yang perlu ditandatangani sebelum menjalani operasi adalah surat persetujuan pelaksanaan operasi. Nama yang tepat adalah INFORMED CONCENT, belum ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Informed concent adalah surat pernyataan bahwa pasien telah mendapatkan informasi mengenai tindakan yang akan diterima secara jelas dan menyetujui untuk mendapat tindakan yang dimaksud.

UU Kesehatan tahun 2009 pasal 56 berbunyi

"Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian
atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan
kepadanya
setelah menerima dan memahami informasi
mengenai
tindakan tersebut secara lengkap.
"

Informasi adalah hak pasien dan keputusan atau menolak tindakan berada di tangan pasien. Ada pengecualian pada penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas, keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri atau gangguan mental berat. Jadi, informed concent harus ditandatangani oleh pasien sebelum mendapatkan tindakan. Dengan ditandatanganinya surat ini, dokter tidak akan dipersalahkan apabila di kemudian hari pasien menyesali tindakann yang sudah diterima.

Nampaknya, pasien terpojokkan dengan informed concent. Tidak semata-mata demikian. Informed concent dibuat selain untuk melindungi dokter, juga untuk melindungi pasien. Bagian terpenting informed concent adalah INFORMASI. Jadi sebelum menandatangani, pasien harus mendapatkan infomasi sejelas-jelasnya. Informed concent yang benar harus mengandung informasi mengenai tindakan yang akan diterima beserta tahap-tahapnya, akibat bila perawatan tidak dijalankan, efek samping yang mungkin terjadi selama dan setelah tindakan dilakukan. Dokterpun harus memberikan informasi sejelas-jelasnya.
Artinya, harus ada komunikasi timbal balik antara dokter dan pasien. Dengan memberikan informasi, dokter diingatkan kembali untuk melakukan tindakan sesuai dengan standar prosedur sehingga pasien terlindung dari kesalahan tindakan.

Hal inilah yang seringkali terlewat di Indonesia. Dokter malas menjelaskan, tapi ingin dilindungi oleh tandatangan. Penjelasan diberikan seperlunya, atau tidak sama sekali. Sementara, seperti umumnya orang Indonesia yang tidak terbiasa membaca maupun bertanya, pasien langsung menandatangani informed concent. Akibatnya, informed concent hanya formalitas. Sayang.... akhirnya, tidak ada yang terlindungi dengan formalitas.

Gusi bengkak

Pembengkakan jaringan lunak (termasuk gusi) yang muncul sesaat pada tubuh manusia merupakan salah satu tanda peradangan. Peradangan merupakan reaksi tubuh terhadap infeksi oleh kuman berupa bakteri, virus atau jamur. Tanda peradangan lainnya adalah panas, merah dan gangguan fungsi. Bila pembengkakan terjadi pada gusi, berarti sebelumnya ada infeksi yang menyerang daerah di sekitar pembengkakan. Infeksi bisa terjadi di gigi atau di jaringan penyangga gigi. (Gusi merupakan salah satu jaringan penyangga gigi).

Infeksi pada gigi pada awalnya menyebabkan lubang kecil pada gigi. Lubang terjadi akibat pembusukan gigi yang disebabkan oleh bakteri. Seringkali lubang kecil ini tidak disadari. Bila lubang kecil ini dibiarkan, proses pembusukan gigi akan berjalan terus dan menyebabkan lubang semakin besar dan dalam. Bila tidak ada usaha untuk menghentikan perjalanan infeksi, lama-kelamaan infeksi akan terus menjalar ke jaringan penyangga gigi. Pada saat itulah muncul reaksi radang sebagai pertahanan tubuh. Gusi terlihat membengkak, mengilap dan lebih merah dibandingkan warna gusi yang sehat. Namun, bila daya tahan tubuh menurun, bakteri akan semakin aktif dan menghasilkan nanah. Nanah ini menyebabkan pembengkakan pada gusi. Bentuk pembengkakan juga berubah, tidak lagi mengilap dan tidak jarang muncul lentingan. Tidak jarang pembengkakan terlihat dan teraba di wajah dan sudah pasti menimbulkan rasa sakit. Tekanan cairan nanah menimbulkan rasa sakit pada gigi. Dalam keadaan sangat buruk dapat menyebabkan demam.

Karena pembengkakan disebabkan oleh aktivitas bakteri dan menurunnya daya tahan tubuh, penyembuhannya hanya dapat dilakukan dengan 3 cara :
  • membuat lubang untuk mengeluarkan nanah (harus dilakukan dengan cara hygienis dan steril di ruang praktek dokter gigi)
  • membunuh bakteri (bisa dengan antibiotika atau bahan herbal dengan jenis dan dosis yang tepat)
  • meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan yang tinggi protein dan tinggi karbohidrat serta istirahat
Selain 3 hal di atas, sebaiknya cara lain dihindarkan. Ada beberapa kebiasaan masyarakat Indonesia dalam memperlakukan pembengkakan pada gusi :
  • mengulasi dengan balsam
  • memijat-mijat
  • mengompres dengan air hangat
  • menempelkan koyo
Semua perlakuan ini memang akan menghilangkan rasa sakit, tapi akan mengakibatkan penyebaran nanah ke tempat lain, sehingga pembengkakan semakin besar. Artinya, infeksi bakteri juga bertambah luas dan tidak tertutup kemungkinan menyebar ke organ tubuh lain. Otak dan jantung adalah organ yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rongga mulut.
Jadi kalau muncul pembengkakan pada gusi, berhati-hatilah. Jangan sampai masalah kecil di gigi menjadi berlarut-larut. Gara-gara gigi berlubang harus di-opname? Duh....jangan sampai ya!

Katanya, kalau sedang demam berdarah tidak boleh menyikat gigi

5 hari di tidur di rumah sakit gara-gara demam berdarah bagiku menjadi pengalaman yang menarik, karena di sana aku mendengar satu lagi mitos tentang pemeliharaan gigi yang disebarkan oleh tenaga paramedis. Saat aku mendengar mitos itu diucapkan, trombositku ada pada level 50an ribu. Salah seorang perawat jaga melarangku menyikat gigi, karena katanya akan menyebabkan perdarahan gusi. Ini adalah mitos yang salah dan dapat dijelaskan mengapa salah.

Gusi yang sehat dalam rongga mulut terlihat berwarna merah muda. Kalau dikeringkan, permukaannya terlihat seperti kulit jeruk, berbintik-bintik. Dan yang pasti, tidak mudah berdarah, apalagi hanya karena bulu sikat gigi. Proses menyikat gigi memberikan efek pemijatan pada gusi, sehingga peredaran darah pada gusi menjadi lancar dan tentu saja akibatnya gusi terpelihara kesehatannya. Selain memijat gusi, penyikatan gigi tentu saja akan mengangkat kotoran, sisa-sisa makanan dan plak yang melekat pada gigi. Gigi dan gusi yang bersih tentunya tidak memungkinkan bakteri penyebab gigi berlubang dan radang gusi hidup.

Kalau gusi dalam keadaan sehat, meskipun menderita demam berdarah, penyikatan gigi tidak akan menyebabkan perdarahan di rongga mulut. Justru bila tidak disikat, sisa-sisa makanan yang menempel di gusi dan gigi akan menjadi sarang yang nyaman bagi bakteri penyebab radang gusi. Akibat selanjutnya adalah gusi mudah berdarah ketika disikat, dan kemungkinan terjadi perdarahan yang sulit dihentikan.

Jadi boleh atau tidak menyikat gigi ketika demam berdarah? Tergantung, kalau gusi sehat, sikat saja. Kalau sudah penuh dengan karang gigi, turuti saja anjuran perawat.




Ada pertanyaan? Silakan baca dulu sebelum bertanya di kolom komentar. Ada banyak pembaca lain yang mengalami masalah yang mirip denganmu dan sudah saya jawab pertanyaannya. Demi efisiensi tenaga dan waktu, pertanyaan-pertanyaan dengan masalah yang mirip tidak akan saya jawab lagi.

Kalau tulisan ini dan komentar-komentar di bawah ini belum menjawab pertanyaan Anda, masih ada beberapa tulisan lain di warung ini yang berhubungan dengan karang gigi :



Silakan dibaca

Aneka macam pasien

Ada beberapa golongan besar pasien yang datang ke warungku, berdasarkan relasinya denganku yaitu :

1. Golongan "menderita"

Pasien yang termasuk dalam golongan ini adalah pasien yang datang ke dokter gigi karena mempunyai masalah besar dalam mulutnya. Masalah besar bisa berupa pembengkakan baik di dalam atau di luar mulut atau sakit berdenyut-denyut sejak beberapa hari sebelumnya. Selain itu bisa juga pasien yang baru mengalami kecelakaan sehingga gigi bahkan rahangnya patah atau bibirnya pecah. Pasien golongan ini sangat mudah dikenali dari ekspresi wajahnya yang menderita. Menangani pasien golongan ini gampang-gampang susah. Secara psikologis, pasien golongan ini bisa menjadi pasien yang kooperatif bila pertolongan yang diberikan oleh dokter gigi sesuai dengan harapannya. Setelah itu, mereka akan mudah diberi pemahaman tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan mulut. Sebaliknya, bila tidak sesuai dengan harapannya, pasien ini tidak akan datang lagi ke dokter gigi yang sama bahkan ada kemungkinan menjadi iklan yang buruk bagi dokter gigi ini.

2. Golongan "sibuk"
Pasien yang termasuk dalam gologan ini sangat banyak, entah sibuk dalam arti sebenarnya, atau pura-pura sibuk . Kunjungan pertama ke dokter gigi biasanya disebabkan oleh ketidaknyamanan pada mulutnya. Setelah mendapat penanganan oleh dokter gigi dan merasa sudah nyaman, biasanya tidak kembali lagi ke dokter gigi meskipun perawatan belum selesai. Berbulan-bulan setelah itu, ketika rasa tidak nyaman muncul lagi, barulah mereka ingat untuk mengunjungi dokter gigi lagi. Umumnya orang Indonesia termasuk dalam golongan ini. Ada idiom "Kalau belum sakit gigi, belum ke dokter gigi". Termasuk dalam golongan ini adalah orang yang tidak pernah ke dokter gigi sama sekali.
3. Golongan "langganan"
Pasien yang termasuk golongan ini datang ke dokter gigi karena mempunyai satu atau lebih gigi yang bermasalah cukup berat. Baik karena terpaksa atau dengan keinginan sendiri untuk sembuh, mereka berkali-kali datang ke dokter gigi untuk mendapatkan perawatan. Pada kasus-kasus tertentu, memang gigi memerlukan perawatan yang harus dilakukan dalam 3 sampai 4 kali kunjungan. Dari pengalaman merekalah kemudian muncul istilah "Ke dokter gigi itu tidak cukup sekali, harus bolak-balik." atau "Kalau sudah punya satu gigi berlubang, bisa menular ke gigi lain."
4. Golongan "sok tahu"
Yang termasuk golongan ini adalah pasien yang datang ke dokter gigi setelah lebih dahulu mengobati sendiri tapi tidak membuahkan hasil. Biasanya cara pengobatan yang dipakai adalah cara yang sudah mentradisi di lingkungannya. Misalnya mengobati sakit gigi dengan getah pohon kamboja, puyer sakit kepala, gerusan cacing. Selain itu, yang termasuk golongan ini juga adalah pasien yang sudah mempunyai pandangan sendiri tentang cara meperlakukan giginya dan memaksa dokter gigi untuk melakukan sesuai kehendaknya, meskipun belum tentu tepat. Ada lagi yang termasuk golongan ini yaitu pasien yang banyak bicara di ruang tunggu pasien untuk menjelaskan pengobatan ala dirinya. Seolah-olah menjadi juru bicara dokter gigi yang masih bekerja di dalam dan uniknya, ada saja pasien lain yang percaya.
5. Golongan "aji mumpung"
Yang termasuk dalam golongan ini adalah mereka yang datang ke dokter gigi karena biaya perawatan gigi ditanggung oleh asuransi atau perusahaan tempat mereka bekerja. Pada akhir tahun, jumlah pasien golongan ini meningkat. Mereka datang dengan tujuan untuk "menghabiskan jatah", sayang kalau tidak dimanfaatkan. Bukan berarti pasien golongan ini tidak mempunyai masalah di rongga mulutnya, karena ada juga yang sebetulnya termasuk dalam golongan "sibuk", tapi karena belum sakit, ya belum ke dokter gigi
6. Golongan "sadar"
15 tahun yang lalu masih sangat sedikit yang termasuk dalam golongan ini. Sekarang ini jumlahnya cukup banyak. Yang termasuk golongan ini adalah mereka yang secara rutin memeriksakan giginya ke dokter gigi atau meminta dibersihkan karang giginya. Umumnya mereka memiliki gigi yang terawat, bisa tanpa lubang, tapi tidak tertutup kemungkinan banyak gigi yang sudah ditambal. Yang pasti tidak ada bau mulut. Usaha yang diperlukan untuk membersihkan karang gigi juga tidak terlalu banyak, karena biasanya karang gigi tidak terlalu tebal.

Termasuk golongan manakah anda ?

Gigi keropos waktu hamil ?

Ditulis oleh Melinda

Kebutuhan kalsium seorang ibu hamil meningkat, sehingga perlu asupan kalsium ekstra untuk memenuhinya. Bila asupan tidak mencukupi, maka kalsium yang ada di dalam tulang akan "disedot" untuk memenuhi kebutuhan janin. Hampir bisa dipastikan bahwa hal ini diketahui semua orang. Selain tulang, organ tubuh lain yang mengandung kalsium dalam jumlah tinggi adalah gigi.

Seringkali warungku kedatangan pasien wanita yang mengeluhkan giginya banyak yang hancur pada saat kehamilannya yang telah lewat beberapa waktu sebelumnya. Kalau "penyedotan" kalsium tulang terjadi untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin, tidak demikian halnya dengan gigi. Begitu gigi terbentuk, maka seluruh unsur pembentuk gigi akan menjadi kesatuan yang solid. Tidak ada unsur dalam bentuk ion yang dapat terlepas dari gigi yang sudah jadi. Jadi tidak akan ada kalsium yang dapat diserap dari gigi pada saat kehamilan.

Kalau kemudian ada keluhan gigi keropos pada saat kehamilan, dapat dipastikan bukan karena berkurangnya kadar kalsium gigi karena diserap oleh janin. Gigi tidak mungkin tiba-tiba menjadi keropos pada saat hamil, prosesnya memakan waktu panjang. Kemalasan menjaga kebersihan mulut, baik karena pengaruh hormon kehamilan maupun karena rasa mual ketika menyikat gigi, membuat gigi menjadi tempat yang nyaman bagi kuman perusak gigi. Gigi yang memang sudah mulai berlubang akan menjadi semakin parah pada saat hamil.

Jadi jangan salahkan janin kalau gigi menjadi keropos.....