Judul di atas merupakan pendapat umum dan hampir semua orang memercayainya. Pendapat ini memang ada benarnya kalau diterapkan pada masyarakat Indonesia yang umumnya takut ke dokter gigi. Karena takut ke dokter gigi, jalan keluar yang diambil pada saat sakit gigi adalah mengobati sendiri. Jalan lain adalah membiarkannya hingga sakitnya hilang sendiri. Toleransi terhadap rasa sakit begitu baiknya, sehingga rasa sakit akibat proses perusakan gigi yang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun dapat dikalahkan oleh rasa takut ke dokter gigi. Ketika rasa sakit tidak tertahankan lagi, kunjungan ke dokter gigi baru menjadi kebutuhan.
Dengan riwayat perjalanan penyakit gigi yang demikian panjang, tentu dapat dibayangkan seperti apa kondisi gigi yang harus dihadapi oleh dokter gigi. Kerusakan bukan hanya terjadi pada gigi saja, tapi bisa juga mengenai jaringan penyanggah. Bukan tidak mungkin kerusakan sudah mengenai gigi tetangga atau organ-organ di sekitar rongga mulut. Kalau sudah demikian, tentunya perawatan tidak mungkin dilakukan hanya dalam satu waktu kunjungan. Perawatan gigi yang sudah berlubang besar dan dalam memang tidak cukup satu kali. Gigi dengan lubang besar dan dalam merupakan tempat bermukim bakteri penyebab kerusakan gigi.
Pembersihan lubang dari sisa makanan, kotoran dan jaringan gigi yang sudah mati saja tidak cukup. Ada saluran halus di dalam gigi yang juga harus dibersihkan. Saluran halus ini merupakan tempat yang sangat nyaman bagi bakteri, karena tempatnya tidak terjangkau sinar dan oksigen. Pembersihan bagian inilah yang memerlukan kunjungan berkali-kali. Bila dalam kunjungan pertama, telah digunakan jarum-jarum halus untuk membersihkan gigi, ini adalah petunjuk bahwa perawatan gigi ini memerlukan lebih dari satu kali kunjungan. Jarum-jarum ini digunakan untuk membersihkan saluran-saluran halus dalam gigi.
Pembersihan secara mekanis tidak cukup. Harus ditambah lagi dengan pembersihan secara biologis, yaitu dengan menggunakan obat-obatan sterilisasi secara bergantian, sedikitnya 2 macam. Ini baru perawatan satu gigi. Seseorang yang takut ke dokter gigi biasanya justru mempunyai banyak masalah di rongga mulutnya yang terakumulasi sejak bertahun-tahun. Kalau sudah seperti ini, masalah bukan hanya menimpa gigi-gigi saja, tapi juga persendian rahang, bentuk wajah dan panjang serta ketegangan otot-otot wajah. Akibatnya perawatan dan rehabilitasi menjadi rumit dan biasanya hasilnya tidak maksimal, meskipun dilakukan dalam berkali-kali kunjungan.
Dokter gigi memang menjadi menakutkan dan menyebalkan bila masalah dalam rongga mulut sudah berlarut-larut. Karena itu, sebelum muncul rasa sakit, ngilu pada gigi atau perdarahan pada gusi, sebaiknya memeriksakan keadaan rongga mulut Anda pada dokter gigi. Kalau ditemukan kelainan secara dini, tidak perlu berkali-kali mengunjungi dokter gigi untuk mendapatkan perawatan.
Selamat datang di warungku. Silakan ambil posisi yang enak, boleh di pojok, boleh di tengah.... ambil minum sendiri, pilih menu yang diminati.... semuanya gratis. Menunya berupa informasi mengenai kesehatan gigi dan mulut. Selamat menikmati! Perlu diketahui, warung ini bukan praktek dokter gigi, karena itu tidak ada tarifnya. Juga, karena sifatnya virtual, tidak dapat menggantikan konsultasi di ruang praktek dokter gigi. Warung ini hanya menyediakan informasi, bukan solusi.
Tampilkan postingan dengan label pasien. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pasien. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 03 Mei 2014
Aneka macam pasien
Ada beberapa golongan besar pasien yang datang ke warungku, berdasarkan relasinya denganku yaitu :
1. Golongan "menderita"
Pasien yang termasuk dalam golongan ini adalah pasien yang datang ke dokter gigi karena mempunyai masalah besar dalam mulutnya. Masalah besar bisa berupa pembengkakan baik di dalam atau di luar mulut atau sakit berdenyut-denyut sejak beberapa hari sebelumnya. Selain itu bisa juga pasien yang baru mengalami kecelakaan sehingga gigi bahkan rahangnya patah atau bibirnya pecah. Pasien golongan ini sangat mudah dikenali dari ekspresi wajahnya yang menderita. Menangani pasien golongan ini gampang-gampang susah. Secara psikologis, pasien golongan ini bisa menjadi pasien yang kooperatif bila pertolongan yang diberikan oleh dokter gigi sesuai dengan harapannya. Setelah itu, mereka akan mudah diberi pemahaman tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan mulut. Sebaliknya, bila tidak sesuai dengan harapannya, pasien ini tidak akan datang lagi ke dokter gigi yang sama bahkan ada kemungkinan menjadi iklan yang buruk bagi dokter gigi ini.
2. Golongan "sibuk"
Pasien yang termasuk dalam gologan ini sangat banyak, entah sibuk dalam arti sebenarnya, atau pura-pura sibuk . Kunjungan pertama ke dokter gigi biasanya disebabkan oleh ketidaknyamanan pada mulutnya. Setelah mendapat penanganan oleh dokter gigi dan merasa sudah nyaman, biasanya tidak kembali lagi ke dokter gigi meskipun perawatan belum selesai. Berbulan-bulan setelah itu, ketika rasa tidak nyaman muncul lagi, barulah mereka ingat untuk mengunjungi dokter gigi lagi. Umumnya orang Indonesia termasuk dalam golongan ini. Ada idiom "Kalau belum sakit gigi, belum ke dokter gigi". Termasuk dalam golongan ini adalah orang yang tidak pernah ke dokter gigi sama sekali.
3. Golongan "langganan"
Pasien yang termasuk golongan ini datang ke dokter gigi karena mempunyai satu atau lebih gigi yang bermasalah cukup berat. Baik karena terpaksa atau dengan keinginan sendiri untuk sembuh, mereka berkali-kali datang ke dokter gigi untuk mendapatkan perawatan. Pada kasus-kasus tertentu, memang gigi memerlukan perawatan yang harus dilakukan dalam 3 sampai 4 kali kunjungan. Dari pengalaman merekalah kemudian muncul istilah "Ke dokter gigi itu tidak cukup sekali, harus bolak-balik." atau "Kalau sudah punya satu gigi berlubang, bisa menular ke gigi lain."
4. Golongan "sok tahu"
Yang termasuk golongan ini adalah pasien yang datang ke dokter gigi setelah lebih dahulu mengobati sendiri tapi tidak membuahkan hasil. Biasanya cara pengobatan yang dipakai adalah cara yang sudah mentradisi di lingkungannya. Misalnya mengobati sakit gigi dengan getah pohon kamboja, puyer sakit kepala, gerusan cacing. Selain itu, yang termasuk golongan ini juga adalah pasien yang sudah mempunyai pandangan sendiri tentang cara meperlakukan giginya dan memaksa dokter gigi untuk melakukan sesuai kehendaknya, meskipun belum tentu tepat. Ada lagi yang termasuk golongan ini yaitu pasien yang banyak bicara di ruang tunggu pasien untuk menjelaskan pengobatan ala dirinya. Seolah-olah menjadi juru bicara dokter gigi yang masih bekerja di dalam dan uniknya, ada saja pasien lain yang percaya.
5. Golongan "aji mumpung"
Yang termasuk dalam golongan ini adalah mereka yang datang ke dokter gigi karena biaya perawatan gigi ditanggung oleh asuransi atau perusahaan tempat mereka bekerja. Pada akhir tahun, jumlah pasien golongan ini meningkat. Mereka datang dengan tujuan untuk "menghabiskan jatah", sayang kalau tidak dimanfaatkan. Bukan berarti pasien golongan ini tidak mempunyai masalah di rongga mulutnya, karena ada juga yang sebetulnya termasuk dalam golongan "sibuk", tapi karena belum sakit, ya belum ke dokter gigi
6. Golongan "sadar"
15 tahun yang lalu masih sangat sedikit yang termasuk dalam golongan ini. Sekarang ini jumlahnya cukup banyak. Yang termasuk golongan ini adalah mereka yang secara rutin memeriksakan giginya ke dokter gigi atau meminta dibersihkan karang giginya. Umumnya mereka memiliki gigi yang terawat, bisa tanpa lubang, tapi tidak tertutup kemungkinan banyak gigi yang sudah ditambal. Yang pasti tidak ada bau mulut. Usaha yang diperlukan untuk membersihkan karang gigi juga tidak terlalu banyak, karena biasanya karang gigi tidak terlalu tebal.
Termasuk golongan manakah anda ?
1. Golongan "menderita"
Pasien yang termasuk dalam golongan ini adalah pasien yang datang ke dokter gigi karena mempunyai masalah besar dalam mulutnya. Masalah besar bisa berupa pembengkakan baik di dalam atau di luar mulut atau sakit berdenyut-denyut sejak beberapa hari sebelumnya. Selain itu bisa juga pasien yang baru mengalami kecelakaan sehingga gigi bahkan rahangnya patah atau bibirnya pecah. Pasien golongan ini sangat mudah dikenali dari ekspresi wajahnya yang menderita. Menangani pasien golongan ini gampang-gampang susah. Secara psikologis, pasien golongan ini bisa menjadi pasien yang kooperatif bila pertolongan yang diberikan oleh dokter gigi sesuai dengan harapannya. Setelah itu, mereka akan mudah diberi pemahaman tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan mulut. Sebaliknya, bila tidak sesuai dengan harapannya, pasien ini tidak akan datang lagi ke dokter gigi yang sama bahkan ada kemungkinan menjadi iklan yang buruk bagi dokter gigi ini.
2. Golongan "sibuk"
Pasien yang termasuk dalam gologan ini sangat banyak, entah sibuk dalam arti sebenarnya, atau pura-pura sibuk . Kunjungan pertama ke dokter gigi biasanya disebabkan oleh ketidaknyamanan pada mulutnya. Setelah mendapat penanganan oleh dokter gigi dan merasa sudah nyaman, biasanya tidak kembali lagi ke dokter gigi meskipun perawatan belum selesai. Berbulan-bulan setelah itu, ketika rasa tidak nyaman muncul lagi, barulah mereka ingat untuk mengunjungi dokter gigi lagi. Umumnya orang Indonesia termasuk dalam golongan ini. Ada idiom "Kalau belum sakit gigi, belum ke dokter gigi". Termasuk dalam golongan ini adalah orang yang tidak pernah ke dokter gigi sama sekali.
3. Golongan "langganan"
Pasien yang termasuk golongan ini datang ke dokter gigi karena mempunyai satu atau lebih gigi yang bermasalah cukup berat. Baik karena terpaksa atau dengan keinginan sendiri untuk sembuh, mereka berkali-kali datang ke dokter gigi untuk mendapatkan perawatan. Pada kasus-kasus tertentu, memang gigi memerlukan perawatan yang harus dilakukan dalam 3 sampai 4 kali kunjungan. Dari pengalaman merekalah kemudian muncul istilah "Ke dokter gigi itu tidak cukup sekali, harus bolak-balik." atau "Kalau sudah punya satu gigi berlubang, bisa menular ke gigi lain."
4. Golongan "sok tahu"
Yang termasuk golongan ini adalah pasien yang datang ke dokter gigi setelah lebih dahulu mengobati sendiri tapi tidak membuahkan hasil. Biasanya cara pengobatan yang dipakai adalah cara yang sudah mentradisi di lingkungannya. Misalnya mengobati sakit gigi dengan getah pohon kamboja, puyer sakit kepala, gerusan cacing. Selain itu, yang termasuk golongan ini juga adalah pasien yang sudah mempunyai pandangan sendiri tentang cara meperlakukan giginya dan memaksa dokter gigi untuk melakukan sesuai kehendaknya, meskipun belum tentu tepat. Ada lagi yang termasuk golongan ini yaitu pasien yang banyak bicara di ruang tunggu pasien untuk menjelaskan pengobatan ala dirinya. Seolah-olah menjadi juru bicara dokter gigi yang masih bekerja di dalam dan uniknya, ada saja pasien lain yang percaya.
5. Golongan "aji mumpung"
Yang termasuk dalam golongan ini adalah mereka yang datang ke dokter gigi karena biaya perawatan gigi ditanggung oleh asuransi atau perusahaan tempat mereka bekerja. Pada akhir tahun, jumlah pasien golongan ini meningkat. Mereka datang dengan tujuan untuk "menghabiskan jatah", sayang kalau tidak dimanfaatkan. Bukan berarti pasien golongan ini tidak mempunyai masalah di rongga mulutnya, karena ada juga yang sebetulnya termasuk dalam golongan "sibuk", tapi karena belum sakit, ya belum ke dokter gigi
6. Golongan "sadar"
15 tahun yang lalu masih sangat sedikit yang termasuk dalam golongan ini. Sekarang ini jumlahnya cukup banyak. Yang termasuk golongan ini adalah mereka yang secara rutin memeriksakan giginya ke dokter gigi atau meminta dibersihkan karang giginya. Umumnya mereka memiliki gigi yang terawat, bisa tanpa lubang, tapi tidak tertutup kemungkinan banyak gigi yang sudah ditambal. Yang pasti tidak ada bau mulut. Usaha yang diperlukan untuk membersihkan karang gigi juga tidak terlalu banyak, karena biasanya karang gigi tidak terlalu tebal.
Termasuk golongan manakah anda ?
Langganan:
Postingan (Atom)